BU tuh Wak tu Untuk Menge NaLKU
Menyandang Nama Mahasiswa...
Menyandang
nama mahasiswa, memang hal yang sangat menyenangkan dan sangat dinanti-nantikan
oleh setiap orang. Setiap kali di panggil mahasiswa pasti semua orang bangga
dan tersenyum. Sama halnya dengan aku, setelah satu tahun lebih ini menyandang
nama mahasiswa, yang ada pada diri aku yaitu rasa bangga ku atas apa yang telah
aku perjuangkan hingga mencapai dan
menginjakan kaki saya ke Perguruan Tinggi sampai saatnya kini menyandang nama
mahasiswa. Baru detik ini aku menyadari, betapa tersorotnya diri aku ketika
sifat-sifat yang selalu aku lakukan menjadi perbincangan publik yang selalu
tertutupi dengan kesibukan-kesibukan organisasiku.
Kisah
ini terungkap ketika awal pertama masa perkuliahan semester 3 dimulai. Saat itu
berada dikampus disalah satu tuangan yag dipenuhi dengan buku-buku yang tebal
yang biasa dipinjam ketika ada mata kuliah DSP (Dental Science Program)
aku akan mendaftarkan untuk menjadi salah satu Sekretariat Jenderal Badan
Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran ( Sekjend
BPM FKG Unpad ). Pada formulir pendaftaran sudut bawah halaman tiga tertera kelebihan dan kekurangan diri sendiri
masing-masing lima sifat, pada saat itu aku ingat betul apa yang aku tulis, aku hanya mengisi itu berdasarkan apa yang aku
rasakan sendiri tanpa ada penilaian dari orang lain. Padahal sebelumnya aku
bertanya kepada salah satu teman kuliahku di di ruangan yang dipenuhi dengan
kursi kuliah, “Tsam, kelebihan dan kekuranganku apa ya?” terkesan aku bertanya
main-main. “apa ya?” sambil tersenyum selebar 1 cm temanku itu menjawab dan
malah melontarkan balik pertanyaan yang aku tanyakan.
Dari
mulai pembicaraan itu, aku berkata,”kenapa temenku tidak mau berkata tentang
sifat-sifat yang aku miliki ya?”tanyaku pada diri aku sendiri. Semenjak itu,
akupun tak berani lagi untuk menanyakan hal yang sama sekalipun ke orang yang
berbeda.
Tiba
masanya, ketika kita mahasiswa FKG 2010 mendapatkan satu mata kuliah yaitu
Psikologi yang hampir 2 bulan lebih lamanya sampai terakhir pertemuan pada hari
selasa kemarin. Pada kuliah terakhir ini, kita di bekali mengenai masalah
komunikasi antarpersonal, dimana di dalamnya terdapar materi mengenai
karakteristik seseorang yang dilihat dari sifat-sifatnya. Hingga kami semua
diberikan tugas mengenai pengenalan diri yang dilakukan dengan cara menilai
diri sendiri dan dinilai oleh orang lain.
Dua
hari kemudian, aku meminta teman-teman dekatku untuk memberikan penilaian kepada
aku. Hasil penilaian tersebut hampir semua sama,antara apa yang saya pribadi
rasakan dengan apa yang orang lain tilai. Dari hasil penilaian tersebut dapat
diketahui nilai-nilai aku di mata temanku. Mulai dari sifat positif seperti pengertian,
ramah,tanggung jawab, menyenangkan, semangat,rajin dan lain-lain hingga sifat
negatif seperti egois, berambisi, teledor dan yang lainnya. Sifat-sifat itu
tidak mungkin ada dengan secara tiba-tiba tetapi melalui proses yang panjang.
Dimulai
ketika....
Aku mulai Berjalan
Ketika aku mulai berjalan, kau
baru mengerti betapa sulitnya mengajari dan mendidikku,
Dan
mungkin saat itu engkau baru saja menyadari bahwa aku tak semanis gula yang
selalu menjadi penetral pahit, manis,dan pedasnya hidup ini,
Dan
mungkin saat itu engkau baru saja menyadari bahwa aku tak sekuat batu karang
ditengah lautan yang selalu kuat dengan segala macam ritangan yang menghadang.
Dan
mungkin saat itu engkau baru saja menyadari bahwa aku hanyalah sebuah rumah tua
yang siap roboh ketika angin datang menerpa.
Dan
mungkin saat itu engkau baru saja menyadari bahwa aku hanyalah sebuah pohon
kecil baru tumbuh yang akan patah ketika semangatnya di patahkan.
Setelah aku mulai berjalan, baru
engkau mengetahui bahwa aku tak secerah matahari yang selalu menyinari
kehidupanmu.
Tapi tenang, saat itu aku ingat... meskipun
aku tak sesuai dengan apa yang kau mau.tapi aku memberikan senyuman manisku
untuk engkau Ibu, hingga kau memancarkan mata yang bermata-mata.
Saat itu ketika aku berusia 8 bulan,
tak mengerti dan tak memahami apa yang ku
Lakukan yang
ada dalam pikiranku hanya lah ingin berjalan, layaknya orang dewasa yang ada
disekelilingku. Dari sana mulailah muncul satu sifat yang mungkin tak bisa aku
redam sampai sekarang oleh diriku, yaitu egois. Dulu ketika aku mulai belajar
berjalan, seakan-akan saat itu aku tak mau memberikan waktuku untuk apapun
kecuali berjalan, sampai ibu memalingkan pikiranku dengan mainan-mainan pun tak
aku lirik, yang ada hanyalah keinginanku untuk mendapatkan target agar bisa
berjalan itu. Dari sana sifat egoisku mulai tertanam dari dalam lubuk hatiku.
Kemudian....
Aku bisa berbicara
Pada usia ku 8 bulan dengan
beriringan, akupun sudah mulai bisa berbicara sepatah dua patah kata, “mamah”
hal yang selalu aku katakan ketika aku mulai bisa berbicara. Beranjang beberapa
bulan, akhirnya aku mulai bisa berbicara dengan jelas. Mulai dari sana ibu
selalu mengajarkan untuk memberikan salam kepada orang tua, khususnya ayah dan
ibuku. Dengan adanya hal itu, akhirnya aku mendapatkan sifat kedua yang
tertanam di dalam hatiku yang sama sekali saat itu aku tak menyadarinya yaitu
sifat ramah dan sopan santun.
Dan sifat yang ditanamkan orang
tuaku selanjutnya pada masa....
Aku Mulai Sekolah
Usia 5 tahun lebih 5 bulan, aku
mulai dimasukan sekolah SD. Ingat betul di ruangan paling ujung dekat jalan
raya, wajah aku saat itu terlihat kucel,kumel dan tak enak dipandang. Sampai
pada akhirnya sekitar kelas tiga SD, ibuku selalu berkata :” Belajar yang rajin
ya, biar bisa sekolah ke Perguruan Tinggi, pokoknya kamu harus lebih rajin dan
lebih sukses dari kakak-kakakmu”. Dari sana mulailah tertanam ambisi besar untuk
bisa terus sekolah.
Mulai kelas tiga itu, prestasi aku
mulai naik, saat itu sudah bisa mendapatkan ranking ke 3 di kelas, hal itu
terjadi karena adanya ambisi aku untuk belajar agar aku bisa melanjutkan ke
sekolah yang lebih tinggi. Prestasi pun terus meningkat dari tahun ketahunnya,
hingga tiba kelas 6 SD, tapi dengan peringkat yang terus stabil di ranking 2.
Saat itu, saya berambisi untuk menjadi ranking 1, dengan semangat yang tinggi
aku pun sering belajar dan rajin memperhatikan guru yang sedang menerangkan
materi. Tapi sayang dengan semangat yang menggebu itu, aku yang pada saat itu
sedang melaksanakan perpisahan di salah satu objek wisata yang ada di daerah
akupun duduk terdiam dengan wajah yang sedikit melemas, yang ternyata aku tidak
mendapatkan ranking pertama, malah tetap kedua. Akhirnya dari sana, dengan
tiba-tiba semangat aku menjadi down, ini karena ambisi yang besar tak tercapai.
Kini tiba....
Aku Mulai Remaja
Sebuah surat masih aku pegang erat
ditanganku, mataku masih kosong memikirkan hal yang jauh aku bayangkan,
pikiranku pun masing terbang melayang di atas mimpi-mimpi yang akan aku tempuh.
Saat itu, aku berada di sebuah kursi dekat dengan pintu keluar kelas. Guruku
pun berkata : “ ini surat keterangan kalian diterima atau tidaknya di SMPN 1
Wanaraja, saya mohon ketika kalian mendapatkan hasil apapun kalian harus tetap
bersabar dan bertawakal kepada Allah swt.”. Dengan penuh keraguan,perlahan
sepucuk surat itu aku buka, aku lihat kata demi kata yang tertera di surat itu.
“DITERIMA”, itu kata yang akan selalu aku kenang. Tak disangka,aku
diterima disalah satu SMP negeri disekitar tempat tinggalku. Air mata yang
tadinya kosong mulai berkaca-kaca, dan pikiranku sudah mulai mendarat di
sekolah yang akan aku tempuh selama tiga tahun ini.
Pagi itu, aku duduk dikursi hujau di
ruang tamu rumahku,dengan seragam baru, tas baru, dan sepatu baru , akupun siap
untuk berangkat sekolah perdanaku di SMP. “Mah, aku berangkat sekolah dulu ya.”
Sambil meraih tangan kanan mamahku dan langsung mencium tangannya itu yang baru
saja digunakan untuk menyelesaikan tugasnya . Entah kenapa budaya mencium
tangan orangtua telah tertanam sejak aku SD sampai sekarang, dan mamah aku
selalu berkata, “jangan lupa menghormati orang lain ya? Apalagi itu keluarga
dan saudara”. Setelah berpamitan kepada mamahku, akupun berangkat dengan
langkah terburu-buru seolah-olah tidak mau kesiangan karena ini sekolah yang
pertama di sekolahan yang baru. Sepuluh menit kemudian, aku tiba di sekolahku
yang baru, tampak aneh, yang awalnya hanya beberapa orang ku temui di
sekolahan, tapi ini aku temui lebih dari setarus orang. Sampai di sebuah kelas,
yang kutau itu sebuah kelas yang nantinya akan aku tempati selama satu tahun
kedepan, saat itu aku hanya duduk terdiam sendiri tanpa ada seorangoun yang
kenal dan mengenaliku, sempat aku kecewa, sempat aku menangis dan sampai aku
berpikiran untuk tidak mau sekolah. Aku ingat betul saat itu, kami siswa baru
yang baru masuk disuruh membawa tugas-tugas serta makanan untuk keperluan
MOS(Masa Orientasi Sekolah) yang lekat dengan kata ospek. Beberapa saat
kemudian, kakak kelas yang tidak tau siapa namanya memandu acara MOS tersebut,
“Selamat pagi adik-adik, apa kabar kalian semua?, senang ga masuk ke SMP?”
dengan pertanyaan yang beruntuk,kami satu kelas menjawab “Seneng”, seolah-olah
pertanyaan yang sebelumnya tak kami
ingat dimemori kami. Sebagai awal permulaan kakak itu bertanya apakah kami
sudah saling mengenal atau belum, Karena diantara kami banyak yang tidak saling
mengenal akhirnya kakak itu mulai mengabsen dan memperkenalkan satu persatu
diantara kami. Dua, tiga, empat dan selanjutnya kami mengalami masa yang biasa
dialami siswa ketika mulai menginjakan kakinya di sekolah yang baru. Seminggu
kemudian, tiba saatnya penutupan akhir acara ini dimulai, saat itu kami sudah
mulai mengenal satu sama lain, sudah mulai terbentuk kelompok-kelompok
gerombolan orang yang selalu pergi bareng-bareng satu sama lain. Dipenghujung
acara ini, kami akan melihat orang-orang yang termasuk ke sepuluh besar saat
MOS, hal itu di tilai dari hasil ujian yang dilakukan pada saat ospek tersebut,
dreng...dreng.... alhamdulillah, peringkat pertama disandang oleh teman
sebangkuku yang sekarang menjadi teman baikku, syukur alhamdulillah aku
termasuk ke sepuluh besar itu yang menduduki peringkat ke empat setelah
laki-laki putih yang ganteng dambaan semua orang disekolah itu, yang aku
rasakan saat itu, sifatku masih seorang yang pemalu, masih tergambar sesosok
orang yang cengeng dan manja.
Beberapa bulan kemudian....
Beberapa bulan kemuadian, aku makin
mengenal sekolahku yang terkesan baru bagiku,aku mulai mengenal semua
teman-temanku yang satu angkatan denganku. Hingga pada saat ini aku memiliki
teman, yang merupakan salah satu saudara laki-laki putih yang merupakan orang
yang ada disebelah aku saat akhir acara ospek itu. Aku begitu dekat dengannya
dan teman-teman yang lain, kami bagaikan kumpulan semut yang tetika diganggu
satu maka yang lainnya akan ikut menggigit orang yang mengganggunya. Entah dari
mana mulainya, dan entah dari sisi mana hal ini bisa terjadi, sesosok laki-laki
yang dipuja-puja semua wanita tiba-tiba menyukaiku, hal itu aku dengar dari
teman dekatku yang merupakan saudaranya juga. Aku tak mengetahui dan tak
mencari tahu mengapa dia bisa menyukai aku, yang ada dibenakku saat itu, yaitu
rasa bahagia tercampur rasa tak karuan karena bisa disukai oleh sesososk orang
yang selalu menjadi sorotan semua orang karena putih dan gantengnya orang itu.
Saat itu, aku baru menyadari bahwa aku lagi merasakan jatuh cinta pada cinta
yang pertama, padahal saat itu aku tidak mengetahui antar perasaan cinta
ataukah apa.
Hari Kamis tanggal 12 bulan Desember
2004, setelah aku baru saja keluar dari ruangan kelasku, tiba-tiba sudah ada
segerombolan orang yang sangat tidak asing bagiku, entak kenapa dua gerombolan
orang itu bisa bersatu antara satu dengan yang lainnya, “apakan ini ada
demo?”tanyaku pada diri sendiri, padahal saat itu aku tak mengerti apa yang
dimaksud dengan demo. Tanpa menghiraukan gerombolan orang-orang didepan pintu
kelasku akupun melewati orang- orang itu, hingga salah satu orang dari gerombolan
itu memanggilku dengan suara yang lantang, dengan penuh pertanyaan akupun
menengok wajah orang yang memanggilku, “apa?” satu kata yang aku lontarkan
padanya, sambil mengampiriku dia berkata : “ada yang mau bertemu dengan kamu.”
Hah? Siapa? Aku mulai bertanya-tanya, semua teman-temanku yang saat itu berada
di sekitarku tiba-tiba terdiam seperti orang bisu yang tidak bisa berkata
apa-apa, hanya memancarkan senyuman sebagai pelengkap kata-kata yang
dilontarkan orang yang mendekatiku. Deg..... Suara orang mendorongku kedalam
suatu kelas, yang hanya dihuni oleh seorang yang entah siapa itu, Blug... suara
pintu ditutup dari luar, sambil terdengar suara kunci yang mengunci ruangan
itu. Aku mencoba memberontak dan meminta keluar dari ruangan yang dikunci entah
sama siapa pelakunya. Tiba-tiba suara dari belakan tubuhku terdengar, “Sudah,
ga akan di apa-apa, sini duduk” pandanganku mulai tertuju pada seseorang itu,
setelah mataku tertuju padanya, aku baru menyadari sesosok orang itu adalah
laki-laki putih, dengan langkah yang terkesan sedikit ragu-ragu akupun
mendekatinya dengan diiringi suara hening yang seakan-akan semua orang dan yang
lainnya mencoba mendengarkan langkah kakiku yang mencoba untuk mendekati
sesosok orang yang berkulit putih itu. Dia yang duduk dimeja yang membelakani
papan pulis, tak sedikitpun berkata lagi dan bahkan dita tak menengokku lagi.
Dengan ragu akupun berdiri didepanya dan menatapnya. “Silahkan duduk” kata yang
keluar dari mulutnya sambil memberikan senyuman indah yang pertama aku lihat
darinya, Serentak saat itu terdengar suara tertawa yang sangat meriah bersumber
dari luar ruangan yang aku tempati. Aku
tak menghiraukan itu, aku pikir itu hanyalah suara tertawa orang-orang yang
sedang usil menceritakan sesuatu. Setelah aku duduk, dia berkata bahwa dia
mnyukaiku dan meminta untuk menjadi pacarku. Perasaanku saat itu benar-benar
tak karuan entah apa yang bisa aku pikirkan, antara senang,bingung, ataukah
marah. Saat itu dia memaksa aku untuk menjawab apa yang dia inginkan. Tapi aku berkata
“besok aku jawab” sambil menatapnya. Tanpa berpikir panjang akupun beranjak dan
meninggalkan ruangan itu, yang tanpa menyadari pintu ruangan yang tadinya
tertutup rapat dan terkunci tiaba-tiba terbuka lebar. Langkahku terus tertuju
ke WC sekolahku dengan air mata yang bercucuran. Entah kenapa aku baru
menyadari kalau di luar ruangan itu banyak sekali orang yang seakan-akan
menjadi ajudanku dan dia ,entah kenapa saat itu aku menangis ketika seseorang
yang menjadi idaman semua wanita melontarkan kata-kata bahwa dia menyukaiku.
Dari sana perasaanku tidak karuan, yang aku pikirkan bagaimana caranya aku
menjawad pertanyaan itu.
Sehari kemudian, akhirnya aku resmi
menyandang sebagai pacar dia, tapi entah karena saat itu aku pemalu, setiap
kali aku bertemu dengan laki-laki berkulit putih itu aku menundukan kepala,
padahal sia pacarku. Sampai seminggu lamanya, aku yang saat ini ada disebuah
ruangan kelas dengan mata pelajaran Matematika, tiba-tiba dipanggil oleh
seseorang yang dulu memanggil aku saat aku dijebloskan pada ruangan itu. Dan
apakah kalian tau,, dia saat itu berkata bahwa dia diutus pacarku untuk
memutuskan aku dengan alasan aku tidak pernah mau diajak kemana-mana olehnya
dan dia beralasan bahwa dia mau belajar dulu. Dari sana perasaanku mulai hancur,
teman-temanku hanya berkata sabar dan mencoba menenangkan aku. Karena aku
sangat sakit hati, akhirnya tiba saatnya dimana aku berada di tempat berdua
dengan saudara laki-laki putih itu, akupun bertanya “ Mad, kenapa ya dia
mutusin aku tanpa sebab?” , “mungkin karena kamu malu-malu len, jadi dianya
males”. Deg... kata-katanya sangat menyentuh aku. Dari sana aku mulai merubah
sifat pemalu aku menjadi pemberani dan selalu ceria dihadapan semua orang,
karena tidak mau terlihat sedih oleh laki-laki putih itu.
Setahun-dua tahun sampai sekarang
aku masih memendam rasa yang selalu ada dan tak pernah berubah kepadanya.
Hingga akhir SMP, tiba saat kita mulai di kenalkan SMA-SMA. Saat itu tak ada
pikiranku untuk melanjutkan ke SMA, karena hal mterial yang menghantuiku,
akupun tak begitu memaksa untuk melanjutkan sekolah. Mungkin karena mamah
menginginkan salah satu dari anaknya sekolah, dan memperbaiki pendididkan
keluarganya, aku di masukan ke salah satu SMA favorit di Garut. Saat
pemberitahuan keterima atau tidaknya, ternyata aku di umumkan keterima di
sekolah yang sama dengan laki-laki putih itu. Rasa senang tetap menghantuiku
sehingga bisa bertemu lagi dengannya.
Ketika masuk SMA, sama halnya saat
dulu masuk SMP. Aku melalui beberapa hal untuk mengenali tentang sekolahku yang
baru.
Beberapa bulan setelah diterima
disekolah itu dan bersekolah disana, akau mulai mendapatkan teman-teman yang
benar-benar care kepadaku. Setiap hari-setiap waktu aku bersamanya, berbagi
cerita, bercanda, dan bersedih bersama-sama. Awalnya aku tidak begitu yakin aku
bisa menjalani hidup dan bersekolah di SMA yang konon katanya sekolah brgengsi
dan selalu dipengaruhi oleh pergaulan yang sangat tidak baik. Dari sana aku
bersyukur, aku yang hanya seorang anak dari keluarga yang dianggap kurang mampu
bersekolah di tempat ini. Tapi ketika aku masuk ke SMA itu, aku selalu dibekali
mamah agar tidak sombong dan tetap menghormati orang lain, dari sana sifat aku
yang ramah terus-terus di asah oleh mamahku.
Beranjak ke kelas dua, persaingan
dalam berbagai hal mulai terjadi, pergaulan, prestasi, kecantikan dan
sebagainya. Aku menyadari yang saat itu aku hanyalah sebutir titik hitam yang
tak pernah berpengaruh dan tak pernah terlihat bahwa aku tak bisa berbuat
apa-aa untuk menghadapi persaingan itu. Hingga ada saat egois aku mulai
memuncak dimana, aku ingin memperbaiki sususnan gigi aku menjadi lebih bagus
dari apa yang dulu dirasakan. Hal itu dilakukan karena banyak orang yang
menghinaku,karena susunan gigi aku yang jelek. Dari sana , mulai muncul
perasaan kurang percaya diriku. Dengan kurang percaya diri itu sangat
menghambat keseharianku untuk bergerak dan berprestasi. Akhirnya aku memutuskan
meminta kedua orang tuaku untuk masang kawat ke dokter gigi agar gigiku sedikit
mendekati rapih. Saat itu muncul egoku, tanpa memikirkan keadaan ekonomi dan
pikiran orang tuaku, akupun tetap memaksa untuk meminta agar tetap dikawat.
Dulu mungkin yang aku pikirkan hanyalah keinginan agar tidak dihina orang lain.
Akhirnya dengan penuh rasa berat dan memikirkan aku, akhirnya bapakku bersedia
membiayai semua perawatan gigiku.
Masuk ke masa kelas tiga yang selalu
disibukan dengan hal-hal yang sangat erat hubungannya dengan perkuliahan dan
Perguruan Tinggi. Rasa cemas mulai menghantuiku,disisi lain aku sangat ingin
melanjutkan ke Perguruan Tinggi tapi disisi yang lain aku menyadari betapa
besarnya uang yang harus orang tua saya keluarkan hanya untuk menyekolahkanku
ke Perguruan Tinggi, apalagi Perguruan Tinggi Negeri.
Hari itu, aku dan teman-temanku lagi
bercerita mengenai Perguruan Tinggi yang akan mereka tempuh setelah mereka
tamat SMA, aku saat itu hanya menyimak percakapan mereka. “Aku sih, mau
melanjutkan ke Kedokteran Gigi Unpad”,kata salah satu temanku yang sangat
terobsesi untuk masuk Unpad, “kalau aku, kayanya masuk ke Akper Karsa aja deh.
Mau di Garut aja” timbal satu temenku lagi. Setelah panjang lebar mereka
bercerita tentang keinginannya untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri dan
Perguruan Tinggi yang lainnya, mereka menyadari bahwa aku dari awal tidak
mengeluarkan kata apapun. Akhirnya, salah satu diantara mereka bertanya
padaku,”lena, kalau kamu mau diterusin kemana?”,”ia lena, ko diem aja?” temenku
yang satu lagi ikut nimrung. Dengan dengan mata yang sudah berkaca-kaca akupun
menjawab, “aku ga tau mau diterusin atau engga, yang pasti kalaupun aku
diterusin paasti di bidang Kesehatan dan di Garut. Aku tau orang tuaku ga akan
mampu untuk menguliahkanku di luar Garut, pasti berat udah bayar ke kampus
harus bayar kosan juga lagi. Kasihan um aku mah, mau mah sih mau. Sedih juga
ada, cita-cita akau untuk masuk di Kedokteran mungkin ga akan mungkin aku
capai, tapi mau gimana lagi. Aku ngerti keadaan ekonomi keluargaku”. “Ia sih
len, tapi kamu sabar aja, sambil kamu nyari-nyari beasiswa gitu len biar gratis
kuliahnya” sahut temanku yang sedikit merasa prihatin kepadaku.
Tiba dirumah wajahku sudah tampak
cemberut layaknya bunga yang tak disiram, terlihat kusam dan tak bergairah.
Saat aku membuka sepatu dan meletakan tasku di meja, mamah melihatku dengan
perasaan yang heran, anaknya yang cantik ini datang sekolah dengan wajah yang
seperti itu, terlihat rasa khawatir yang menghampiri mamahku. “kenapa wajahnya
cemberut gitu? Abis uang? Lapar? Marahan sama teman-teman?” pertanyaan mamahku
yang sama sekali tak membuatku berkata apapun. “kenapa ga dijawab? Apa marah
sama mamah?” mamahku melanjutkan pertanyaannya. Dengan rasa tidak enak akhirnya
akupun menjawab pertanyaan mamahku, “Mamah tadi di sekolahan temen-temen pada
ngomongin tentang kuliah, terus mereka nanya len mau kuliah dimana. Lena mau
kuliah mah, lena kuliah dimana aja deh yang penting lena bisa kuliah. Tapi
kalau misalkan mamah ga sanggup mah ga apa-apa sih mah. Tapi boleh ga kalau
lena ngomong dulu aja ke Bapak?”, Mamah menangis saat aku berkata seperti itu,
aku tau tangisan mamah itu bukanlah tangisan sedih, tapi tangisan bahagia yang
terlalu berlebih sehingga diluapkan dalam sebuah air mata. “ ia, coba aja dulu.
Karena kalau kita ada kemauan pasti ada jalan”, kata mamah sambil mengusap air
matanya. Tak lama dari itu bapakku datang menghampiri, tanpa ada perasaan aneh,
bapak pun mulai bercanda seperti biasanya. Setelah melihat tidak adanya respon
yang kami berikan bapakku barulah terdiam, lalu aku berkata dengan rasa takut ,
“Pa,” “kenapa”seolah-olah bapakku memotong perkataan yang akan aku lontarkan.
“Pa, Lena mau nerusin sekolah ia, dimana aja terserah yang pentig didunia
kesehatan. Mungkin bapak kurang setuju, tapi inilah keinginan lena. Lena
mencoba menyampaikan saja, sisanya lena serahin semua.”, Bapakku hanya membalas
itu semua dengan senyuman. Dengan tampang bingung aku hanya bisa menundukan
kepalaku. Tiba-tiba satu kata keluar dari bapakku, “ bapak senang kalau anak
bapak ada yang mau kuliah”. Kaget dan sedikit tak percaya, tapi inilah
kenyataannya bapakku menyetujui bahkan mendukung aku untuk melanjutkan kuliah.
“Tapi....”bapakku melanjutkan perkataannya,dan kata itu yang mmbuat aku down,
“tapi apa pa?” tanyaku dengan agak sedikit meninggikan suaraku. Dengan
perkataan yang bijak bapakku menjelaskan pernyataan yang sempat aku potong
tadi,“Tapi, bapak cuman sanggup untuk menguliahkan di sekitar Garut saja, kalau
di luar Garut bapak jujur, bapak tidak sanggup. Tau sendiri biaya kuliah dan
biaya hidup jaman sekarang tak semurah yang dibayangkan.” Dengan sedikit kecewa, akupun hanya tersenyum
manis untuk membalas perkataan orang tuaku itu.
Beberapa bulan kemudian, aku dan
bapakku sibuk memasukan formulir-formulir untuk masuk ke akper dan akbid di
seluruh perguruan yang ada di Garut. Hampir setiap hari disibukan dengan bolak
balik untuk mengurusi persyaratan masuk. Sampai tiba saat aku berada di salah
satu akbid, dimana aku diterima secara langsung karena diseleksi dari nilai
rapor aku dan prestasi yang pernah aku raih. Pada saat itu aku merupakan orang
pertama yang mendaftar ke akademi tersebut, dan aku diperkenankan untuk
membantu promosikan akademi itu di sekolahku. Dengan perasaan bangga akhirnya
akupun bersedia.
Ganjalan dalam hati tetap ada, masuk
akademi tersebut tidak murah, bahkan untuk biaya SPP nya mahal, dari sana aku
berpikir, apakan orang tuaku akan sanggup membiayainya. Akhirnya karena saat
itu aku sangat mengerti keadaan keuangan orang tuaku, akupun menjelaskan semua
pikiranku ke orang tuaku. Tapi entah kenapa karena orang tuaku saat itu
menginginkan anaknya kuliah disana, orang tua hanya berkata, “uang bisa dicari,
yang penting kamunya belajar yang rajin”. Dari sana aku mulai melupakan masalah
biaya itu.
Ketika tawaran beasiswa muncul...
Ketika tawaran beasiswa muncul,
dengan penuh keraguan aku bertanya, apa benar ini ada? Apa aku bisa keterima
kalau mengikuti beasiswa ini? Dengan bujukan teman sebangkuku, akhirnya aku
mencoba beasiswa yang ditawarkan oleh BK di sekolahku. Padahal pada saat itu,
aku belum yakin apa benar ini hal yang bisa terjadi padaku. Selama hampir
sebulan lebih aku melengkapi semua persyaratan beasiswa itu dengan bantuan
keluarga, orang tua dan teman-teman.
Beberapa kemudian, pikiranku beralih
kembali ke uang yang harus aku lunasi untuk masuk ke akademi kebidanan yag
harus dilunasi dalam waktu 7 hari, jika tidak aku akan terusir dan tidak berhak
untuk kuliah disana. Dengan sedikit banting sana-banting sini, bapakku bisa
mengumpulkan uang untuk masuk ke akademi tersebut. Dan saat itu aku tak
berharap banyak dengan beasiswa yang aku ikuti.
Tibalah saat pengumuman beasiswa itu
diumumkan di internet, dua orang temanku sudah membuka duluan, dan mereka
berkata bahwa mereka tidak diterima untuk menjadi penerima beasiswa itu. Karena
kedua temanku itu, akhirnya aku tambah tak perduli dengan hasil pengumuman
beasiswa itu, mungkin aku terlalu yakin tak akan mendapatkan beasiswa itu, atas
dasar dorongan mamah akupun membuka pengumuman itu, dengan menatap sebuah layar
dengan backround putih terlihat kata “DITERIMA” di Universitas Padjadjaran
jurusan Pendidikan Dokter Gigi. Rasa tak karuan mulai mendatangiku, rasa tak
percayapun datang padaku. Setelah aku baca kembali ternyata kata itu benar.
Akhirnya aku menceritakan kepada orang tuaku, orang tuaku yang saat itu tak
begitu peduli dengan beasiswaku hanya bisa menatap aku, dengan tatapan yang
sangat jauh.
Dimulai dengan pengumuman
itu,akhirnya membuat aku bingung, antara memilih untuk masuk akademi kebidanan
dan masuk ke kedokteran gigi, begitu banyak hal yang aku pertimbangkan saat
itu, begitu banyak juga pendapat keluarga, saudara, teman dan guruku yang
sangat bervariasi, itu hanya membuat aku tambah pusing saja. Kedua nya memiliki
kelebihan dan kekurangan apapun, keduanya merupakan hal yang sangat di
idam-idamkan semua orang, dan saat itu aku tidak bisa memilih dan memutuskan
apakah harus aku menerima salah satunya diantara dua jurusan yang sangat di
idamkan semua orang. Akhirnya, akupun mendengarkan dan memikirkan apa yang
dikatakan orang tuaku, orang tuaku memilih agar aku masuk ke FKG karena itu
lebih pasti dan jelas. Tapi mereka mengembalikan lagi semua keputusan
ditanganku, aku yang dari dulu sangat bercita-cita menjadi seorang dokter gigi
memiliki kesempatan untuk masuk ke jurusan dokter gigi juga, saat itu aku
terpikir dengan uang yang besar yang telah masuk ke akademi kebidanan. Setelah
di lobby ternyata uang yang di pakai untuk uang masuk masih bisa di ambil tapi
dipotong dengan presentasi yang cukup tinggi. Akhirnya dengan bantuan semua
orang, akupun mengambil untuk masuk ke FKG. Dari sana aku baru mengetahui bahwa
aku memiliki sifat yang kurang bisa mengambil keputusan yang cepat.
Mulai menyandang nama mahasiswa....
Mulai
menyandang nama mahasiswa perasaanku begitu senang dan puas, apalagi yang
disandangnya adalah mahasiswa Universitas Padjadjaran. Saat itu aku mulai
mengerti apa artinya hidup, dan mulai mengenal diri aku dan mulai mengenal
masalah yang ada disekitarku. Sifat aku mulai peka, ketika teman ada yang
menangis, aku peka dan aku takut dia nangis gara-gara aku. Setiap kali ada
teman kosan aku yang berubah aku langsung tanya, dan meminta maaf takut saat
itu sikaf aku yang membuatnya dia berubah. Kadang karena terlalu sensitif,
ketika ada orang yang marah, aku menangis. Karena aku takut dia marah karenaku.
Mulai mengenal organisasi....
Beberapa
bulan setelah aku masuk di Unpad, ada kakak yang mengaku dari PAMASAGI
(Paguyuban Mahasiswa Garut Intan) mengajak aku untuk bergabung menjadi anggota
dan menjadi panitia acara yang sudah biasa dilakukan tiap tahunnya. Dari sana
aku yang sama sekali tak megerti organisasi , mulai ikut-ikutan dan belajar
mengenai organisasi.
Waktu
terus berjalan, saat itu aku mulai dikenal oleh kakak seniorku di PAMASAGI,
gara-gara koor divisi ku, selaku atasanku tiba-tiba menghilang dan menyerahkan
semua tugasnya padaku, padahal saat itu dia tahu bahwa aku baru kali ini masuk
ke orgaisasi. Entah karena dia ingin melontarkan tanggung jawabnya begitu saja
padaku, akupun tanpa menyadari menerimanya dan melakukan hal yang layaknya
dilakukan oleh seorang koor, bukan seorang anggota. Begitu banyak hal yang aku
lakukan untuk menggantukan tugasnya, hingga sampailah aku capek dengan semua
itu, sampai aku melontarkan kata,” liat aku pasti jadi koor humas, tapi tidak
akan seperti ini.” dari itulah rasa tanggung jawabku terhadap tugas dan
kepercayaan orang lain terhadapku mulai aku tanam. Tapi dari rasa tanggung
jawab itu, menghasilkan sifat jelek yang aku rasakan, hampir semua tugas yang
ditujukan padaku, aku kerjakan dengan terburu-buru yang hasilnya kadang kurang
sesuai dengan target awal.
Mulai
mengenal orgnisasi di PAMASAGI, tak membuat aku puas. Akhirnya aku mengikuti
keanggotaan BPM. Setalah mengikuti BPM ini, banyak acara-acara yang melibatkan
semua aktivis-aktivis kampus berdatangan dengan pin yang penuh di almamaternya,
satu kata yang keluar dariku ketika melihat aktivis-aktivis berbicara
didepanku,”Lihat, pin ku nanti di jas almamater bakalan melebihi pin orang yang
ada didepanku”. Ternyata alhamdulillah
berkat targetku itu sekarang aku banyak memiliki pin yang tertempel
dialmamaterku. Berawal dari target itu yang cuman becandaan, kini meluas sampai
aku selalu membuat target perharinya. Karena target-target itulah kadang aku
mengharapkan sesuatu yang ada didepan mataku menjadi milik aku, ambisi aku
untuk menguasai untuk memimpin dan sebagainya mulai terbentuk. Mungkin bagi
orang lain ambisi aku ini terlalu berlebih, tapi bagiku ambisi ini merupakan
suatu tantangan target yang harus aku raih.
Target dan ambisi-ambisiku itu seolah-olah
menjadi hal yang membuat aku semangat dalam melakukan hal apapun, sehingga
ketika teman disekitarku lagi mulai lesu aku semangati dan mencairkan suasana,
itulah cara aku menularkan semangatku kepada mereka. Saking semangatnya itu,
ketika ada seseorang yang mencoba mematahkan semangatku dan masalah mulai
datang menghantuiku serta jadwal yang tidak berpihak padaku, akupun kadang
mengeluh denga situasi seperti itu.
Dari
sini dan dari pengalamanku, aku baru bisa menilai diri aku sendiri , aku baru
menyadari aku merupakan sesosok orang yang memiliki karakter terbuka. Sakin
terbukanya, orang lain sampai mengelalku denga sifat-sifatku dimulai dari yang
terjelek hingga yang baik.
Mulai
sekarang aku memahami dan mulai mengerti, dengan sifat aku dan karakter aku
yang seperti ini bisa membuat komunikasi yang aku lakukan dengan orang lain
akan efektif. Meskipun nanti lawan bicaraku tidak selalu terbuka, bisa tertutup
dan bisa juga terlena. Dengan karakterku seperti ini dapat disimpulkan bahwa
apa yang aku tilai sama dengan apa yang
mereka tilai. Selain itu dengan tahunya mereka mengenai sifat-sifatku, maka
dengan mudah kita akan mengetahui juga sifat lawan bicara kita. Mungkin untuk
sekarang aku harus mulai merubah sifat-sifat negatifku dan mencoba menggali dan
menilai diri aku sendiri biar apa yang ditilai orang lain, bisa diketahui oleh
diri kitanya sendiri.
Misalkan,
nanti ketika aku sudah menjadi seorang dokter gigi, tiba-tiba datang seorang
pasien yang mengeluh sakit pada giginya, awalnya karena aku memiliki karakter
terbuka, pasti aku akan menceritakan masalah kesehatanku dan pengelamanku
mengenai kesehatan gigi mulut, setelah panjang lebar menceritakan kisah pribadi
aku, saat aku menanyakan keluhan dia, pasti dia kan menceritakannya denga
detail. Karena pasien itu akan mencontoh dan melihat bagaimana cara penyampaian
aku sehingga tidak akan membuat pasien itu canggung. Apa yang dirasakan
pasiennya akan diceritakan dengan benar-benar karena pasin itu menganggap
diriku temanya yang sedang berbicara dan mendengarkan apa yang pasien itu
katakan. Dari sana mulai adalah suatu
kepercayaan kepada diri saya dari pasien tersebut. Maka ketika aku
mengatakan suatu hal yang sangat berkaitan dengan hal menyangkut dirinya, maka
dirinya akan menyimak, merespon dan memahami serta menerima mengenai apa yang
kita katakan, hal itu sebagai salah satu contoh komunikasi efektif karena
karakter saya yang terbuka.
Komentar
Posting Komentar