Persiapan Prabedah
2.1 Persiapan
pasien
Secara umum persiapan pasien sebelum pembedahan dapat
dilakukan pada ruang perawatan dan ruang operasi. Selain itu sebelum memasuki
ruang operasi pasien berada diruangan khusus untuk pemeriksaan ulang dan
dimanfaatkan untuk pemeriksaan akhir sebelum masuk ke meja operasi, seperti
pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan evaluasi dari dokter anestesi.
Persiapan pasien ini terdiri dari berbagai macam untuk mendapatkan proses dan
hasil pembedahan yang baik serta mengurangi resiko terjadinya komplikasi.
Persiapan prabedah pada pasien tersebut antara lain:
2.1.1
Persiapan
mental
Persiapan mental merupakan hal yang
penting dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang
tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Kecemasan merupakan reaksi
normal yang dapat dihadapi dengan sikap terbuka dan penerangan yang cukup. Tindakan
pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang
yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. (Barbara C.
Long).
Contoh perubahan
fisiologis yang muncul akibat kecemasan atau ketakutan antara lain; sulit tidur dan tekanan darah meningkat (pada pasien hipertensi) dan menstruasi
lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda (pada wanita).
Berbagai alasan
yang dapat menyebabkan kecemasan
pasien dalam menghadapi pembedahan antara
lain : Takut nyeri setelah pembedahan (body
image), takut
keganasan, takut cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain, takut ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas, dan takut operasi gagal.
Peranan dokter dan dibantu perawat dalam memberikan
dukungan mental dapat dilakukan dengan membantu pasien mengetahui tentang
tindakan-tindakan yang dijalani
sebelum operasi, memberikan informasi tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami selama proses
operasi, dan menunjukkan
tempat kamar operasi. Dengan
mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas, misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan
menjelaskan kapan mulai puasa dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa. Diharapkan dengan pemberian informasi
yang lengkap, kecemasan pasien
akan dapat diturunkan.
Untuk menimbulkan kenyamanan lagi, dokter memberi
kesempatan pada pasien
dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dokter juga dapat mengoreksi pengertian
yang salah
tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan
menimbulkan kecemasan pada
pasien.
2.1.2
Persiapan
Fisik
Selain
mempersiapkan mental, waktu dan biaya, pembedahan berencana juga mewajibkan
pasien untuk menyiapkan kondisi fisik demi lancarnya operasi yang akan
berlangsung. Persiapan fisik ini berhubungan dengan kelainan atau
penyakit yang akan dibedah tersebut, dan juga persiapan fisik berkenaan dengan
pembiusan, agar obat-obat bius yang nantinya diberikan tidak menimbulkan efek negatif
akibat kemampuan respon tubuh yang tidak normal lagi.
Untuk jangka pendek, setidaknya 8 jam sebelum masuk ke
dalam kamar operasi, fisik penderita diharapkan sudah fit, tidak sedang pilek,
batuk atau yang lainnya, dalam keadaan bersih hingga ke cuci rambut dan siap
menanggalkan asesoris seperti perhiasan, gigi palsu, tidak bergincu dan cat
kuku mesti dihapus. Ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi
operasi dan menunjang sterilitas proses operasi. Selain itu pasien juga harus istirahat yang cukup, karena
dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik,
tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil.
2.1.3
Riwayat
Penyakit
Jawaban pasien
mengenai penyakit-penyakit sistemik yang kita ajukan tidaklah menjamin bahwa
pasien mengatakan yang sebenarnya. Ia mungkin tidak meyadari bahwa keadaan itu
terjadi. Setidaknya kita harus mengetahui riwayat kesehatan pasien yang
meliputi kesehatan umum, rasa sakit yang ada, obat-obatan dan pengobatan,
alergi, dan tekanan darah. Pertanyaan yang berkenaan dengan perawatan terakhir
dan dokter yang merawat merupakan informasi tambahan yang bermanfaat.
Jika ahli
laboratorium menemukan sejarah dan pemeriksaan fisik dalam keadaan abnormal,
maka operasi harus dibatalkan dan hanya dilakukan medical treatment saja hingga kondisi fisik pasien memungkinkan
untuk dilakukan operasi dengan resiko yang seminimal mungkin. Jika seluruh hasil pemeriksaannya
ditemukan dalam keadaan normal, segera lakukan tindakan operasi.
Bagi penderita
yang memiliki penyakit lain selain kasus bedah akan menjadi perhatian khusus bagi
tim bedah sebelum menjalankan tindakan operasinya. Gangguan atau penyakit lain, akan berpengaruh terhadap kelangsungan
proses operasi. Penyakit seperti gangguan jantung, penderita diabetes, gangguan
fungsi ginjal, fungsi pembekuan darah dan lainnya jika tidak harus menjalani
operasi emergensi, sedapat mungkin dipastikan dulu bahwa penyakitnya tersebut
dalam keadaan stabil. Keadaaan inilah yang mengakibatkan seorang penderita
butuh waktu relatif lama dalam masa preoperatifnya dan juga dapat menyebabkan timbulnya resiko komplikasi
pembedahan maupun pasca pembedahan.
2.1.4
Pemeriksaan
Penunjang dan Skrining
Diagnosa penyakit diharapkan sejelas mungkin sebelum
pembedahan dijalankan, sehingga diperlukan pemeriksaan tambahan di luar
pemeriksaan fisik untuk menuju kepastian itu. Mungkin akan diperlukan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium saja atau dibutuhkan lagi
pemeriksaan penunjang yang masih taraf sederhana sampai yang sudah canggih.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan
operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan
keluhan penyakit pasien, sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang
diderita. Untuk itu dokter memerlukan berbagai macam pemerikasaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang biasa digunakan adalah pemeriksaan rutin, yang
terdiri dari pemeriksaan darah (hemoglobin, leukosit, jenis leukosit, golongan
darah, perdarahan, bledding time, clotting time, trombosit, LED), pemeriksaan urine (protein, reduksi dan
sedimen), pemeriksaan
radiologi dan diagnostik berupa
foto fraktur,
abdomen, dan thoraks (untuk
bedah mayor) USG, EKG, CT scan (computerized Tomography Scan) ,
MRI (Magnrtic Resonance Imagine)
dan bisa
juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan
kelainan darah.
2.1.5
Konsultasi
Medis
Konsultasi medis meliputi, konsultasi bedah, konsultasi anestesi, konsultasi dengan sejawat anestesi dan spesialis lain, konsultasi untuk mendapat dan memberi informasi tambahan, konsultasi untuk dapat menghilangkan kecemasan dan ketakutan pasien, dan konsultasi untuk mempertimbangkan apakah pasien perlu melakukan pemeriksaan tambahan.
Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi
maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Hal ini diperlukan konsultasi antara dokter bedah dan
dokter anestesi. Selain itu, dokter bedah juga harus dapat berkonsultasi
masalah kesehatan dan kondisi pasien terhadap dokter bedah lain yang terkait
dalam pelaksanaan pembedahan. Konsultasi yang saling berkaitan ini bertujuan
untuk mempersiapkan pasien
untuk tindakan pembedahan
agar tidak menimbulkan komplikasi atau kecelakaan saat pembedahan, dan dapat membantu untuk mempermudah dalam pengelolaan pasca
operasinya.
2.1.6
Keadaan
Gizi
Kebutuhan
nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit
trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala
bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan
protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat
mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah
sakit.
2.1.7
Persediaan
Darah
Pada persiapan ruangan juga ada pemeriksaan kelengkapan
penunjang operasi, adanya persediaan darah merupakan hal yang vital di dalam
ruangan operasi. Persedian darah ini dimaksudkan untuk menjadi cadangan apabila
saat pembedahan terjadi komplikasi atau perdarahan sekunder, sehingga dokter
dapat menangani pasien dengan efektif dan efisien.
2.1.8
Puasa
Penderita yang
akan dipersiapkan operasi dengan pembiusan umum membutuhkan puasa beberapa jam
sebelum operasi dijalankan. Lamanya puasa berkisar antara 6 sampai 8 jam sebelum operasi dilakukan. Tujuan
dari puasa ini adalah untuk pengosongan
lambung dan kolon agar terhindar
dari aspirasi
(masuknya cairan lambung ke paru-paru) atau reflek muntah di saat penderita tidak sadar, dan untuk menghindari kontaminasi feses ke
area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Pada pembiusan lokal masalah ini bisa diabaikan.
2.1.9
Kebutuhan
Cairan Basal dan Elektrolit
Keseimbangan cairan perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum
harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan
pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmoll),
kadar kalium serum (normal : 3,5 / 5 mmoll) dan kadar kreatinin serum
(0,70 / 1,50 mgdl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan
fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi
metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat
dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti
oligurianuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus
ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.
2.1.10
Antibiotik
Profilaksis
Yang dimaksud dengan antibiotik profilaksis pada
pembedahan ialah antibiotik yang diberikan pada pasien yang menjalani
pembedahan sebelum adanya infeksi, tujuannya ialah untuk mencegah terjadinya
infeksi akibat tindakan pembedahan yaitu infeksi luka operasi (ILO) atau surgical site infection (SSI). Antibiotik
profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik
profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan
pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik
profilaksis harus aman, bakterisid dan efektif melawan bakteri
yang menyebabkan infeksi. Antibiotik
yang dapat diberikan bermacam-macam
sesuai
indikasi pasien, biasanya pada kedokteran gigi digunakan
Clindamycin 300mg intravena.
Faktor pasien dapat mempermudah terjadinya ILO adalah
pasien obesitas, diabetes, mengalami pembedahan kontaminasi, rawat inap
pre-operatif yang panjang, menjalani operasi yang lama (>2 jam), bakteri Staphylococcus aureus, skil yang kurang
terampil, dan pertahanan tubuh yang lemah.
2.1.11
Premedikasi
Sebelum operasi
dilakukan, pasien
akan diberikan obat-obatan premedikasi
untuk memberikan kesempatan kepada pasien
untuk istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi ini juga berfungsi untuk
menurunkan sekresi cairan tubuh, mengurangi kecemasan dan ketakutan, mengurangi
mual dan muntah, mengurangi keasaman lambung, serta berfungsi untuk memperkuat
efek hipnotik pada penggunaan anestesi umum. Obat-obatan
premedikasi yang diberikan biasanya adalah Benzodazepine, fenotiazin, analgetik, dan untuk operasi
yang cukup berat dapat diberikan valium.
Pemberian obat-obat premedikasi ini dapat menginduksi
obat-obat anestesi, memelihara, dan memberikan pemulihan yang baik. Pemberian
dosis dan jenis obat premedikasi ini dipertimbangkan dengan usia, berat badan
pasien, keadaan fisik dan psikis, serta teknik anestesi dan pembedahan yang
akan dilakukan.
Dalam
kasus pembedahan apabila selama praevaluasi pasien dianggap tidak layak untuk
melakukan operasi bedah, maka operasi harus ditunda sampai waktu kedepan ketika
pasien dinilai layak untuk menjalani operasi bedah tersebut, kecuali pada kasus
pembedahan yang mengancam jiwa. Oleh
karena itu, demi kelancaran kinerja operasi bedah maka persiapan pasien secara menyeluruh sebelum operasi bedah harus benar-benar dilaksanakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Pedersen W.G.1996. Alih Bahasa
Purwanto,Basoeseno. Buku Ajar Praktis BEDAH MULUT. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Archer
W. H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery 5th ed. W.B. Saunders.
Komentar
Posting Komentar